Edan dalam KBBI diartikan gila. Orang gila berbuat dan bicara menyalahi norma masyarakat. Di sebuah artikel digambarkan bahwa ada suatu masa dalam perjalanan negeri tercinta ini memasuki zaman edan.
Zaman edan telah digambarkan oleh Prabu Jayabaya (abad 12) dan Rangga Warsita (abad 19). Prabu Jayabaya, yang hidup abad 12 menyebutnya sebagai Kalabendu (zaman kekacauan). Sedangkan Rangga Warsita, pujangga Kasunanan Surakarta yang hidup tahun 1860-an menyebutnya sebagai Kalatidha (zaman keraguan). Menurut Prabu Jayabaya, di zaman edan nanti paradigma hidup jungkir-balik (wolak walik ing jaman). Tata nilai buruk merajalela mengalahkan tata nilai yang baik.
Zaman Edan digambarkan sebagai situasi sosial masyarakat yang tidak menentu, penuh ketidakpastian dan diliputi kecemasan. Di zaman edan, orang pandai belum tentu sukses. Kebanyakan mereka yang sukses adalah yang cerdik dan licik. Orang jujur malah dijauhi koleganya, karena dianggap tidak bisa diajak kerjasama dalam konspirasi dan akhirnya terpinggirkan, jika perlu dibuikan.
Di zaman edan, orang kaya makin kaya, sementara orang miskin semakin sulit untuk memperoleh kehidupan. Untuk mendapatkan pekerjaan atau jabatan orang harus mengeluarkan uang pelicin. Maka hanya orang-orang kayalah yang akhirnya mudah mendapatkan pekerjaan dan jabatan. Sementara orang-orang miskin hidupnya semakin sulit dan terpuruk.
Tanda-tanda zaman edan, keadaan terbalik-balik, orang berbuat semau gue, norma sudah tidak ada lagi. Jika ingin memberi gelar kehormatan atau honoris causa kepada seseorang tergantung pada keinginan, bukan karena susah memenuhi syarat, maka di sinilah Jenderal Dudung Abdulrrachman berkesampatan mendapat gelar Kyai honoris causa, seperti ditulis Dr. Muhammad Harjun.
Megawati Soekarno Putri pun diberi gelar Professor oleh Universitas Pertahanan, semua tergantung keinginan walaupun gelar profesor jarang terdengar di telinga. Semua kejadian tersebut sekedar ikut menjustifikasi bahwa bangsa kita semakin edan.
Kita hanya berharap semoga gelar-gelar ini bisa menjadi perisai untuk tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan gelar kehormatan itu sendiri, jadi tidak sekedar mengobral gelar. Selain itu, sekali pun sedang berada di zaman semakin edan, netizen diharapkan agar menahan diri untuk tidak ikut-ikutan menjadi edan. Wassalam
Penulis : Prof.Dr.Ahmad M.Sewang,M.A, Guru Besar UIN Alauddin Makassar